Karya seni rupa sebagai hasil daya cipta dan rasa seorang perupa tentu saja berangkat dari pertimbangan nalar yang matang. Meskipun ia bekerja dengan dorongan naluri atau intuisi, tetap saja ada pertimbangan yang rasional dalam penciptaan karya. Aspek artistik karya memang lebih diutamakan dibandingkan aspek fungsionalnya dalam hal ini. Karya seni rupa sebagai bentuk ekspresi pribadi tentu saja memiliki factor subjektivitas daripada objektivitasnya. Hal ini berkebalikan dengan desain yang mengutamakan fungsi dibandingkan nilai estetiknya.
Ide atau gagasan berkarya bisa hadir dari dalam (internal) dan/atau dari luar (eksternal) perupa. Ide internal bisa berupa dorongan untuk berkarya berdasarkan cita-cita, keinginan, mimpi dan pengalaman pribadi. Faktor eksternal datang dari situasi atau kondisi di lingkungannya seperti melihat korban bencana alam, sahabat yang sukses prestasinya, dan sebagainya. Hadirnya rasa simpati dan bahkan empati terhadap orang lain atau berupa peristiwa seperti itulah yang menjadi factor pendorong eksternal. Terkadang dorongan dari dalam dan luar bisa muncul bersamaan sebagai sumber inspirasi berkarya.
Dalam proses kreatif, dorongan yang hadir melalui proses pengeraman di dalam diri perupa kemudian diolah secara mental. Proses pematangan ide tersebut bisa berlangsung dengan berbagai langkah. Ada yang berlangsung seketika bagi kalangan perupa yang bertipe ekspresif, dan sebaliknya, berjalan lama dan pelan-pelan bagi perupa bertipe mediatif. Affandi adalah contoh pelukis bertipe ekspresif yang menuangkan gagasannya berkarya secara spontan, terlebih corak lukisannya ekspresionistik (mencurahkan ekspresi). Tipe mediatif misalnya tampak pada karya Amang Rahman yang lukisannya cenderung surealistik yang mengangkat gagasan melalui perenungan yang mendalam.
Bagian awal dari proses kreatif dan menjadi acuan dalam berkarya disebut konsep. Di dalam konsep terkandung berbagai hal yang menjadi dasar apa, kenapa dan bagaimana sebuah karya seni rupa diciptakan . Sebagai contoh, perupa yang menjadi seekor kucing sebagai ide berkaryanya akan mempelajari fisik dan perilaku satwa tersebut. Mencari referensi yang mendukung dan tentu saja melakukan studi awal dengan membuat sketsa. Hasil karyanya tentu saja tergantung gaya yang dipilihnya, bisa realistik, abstraksi, atau gaya lainnya tetapi tetap menampilkan esensi kucing sebagai pokok masalah karya (subject matter).
Dalam proses kreatif ada perupa mematangkan konsepnya pada sketsa sehingga saat dikerjakan pada karya akhirnya tidak terlalu banyak perubahan. Ada juga yang memperkaya unsur visual karyanya berdasarkan studi sketsanya yang sederhana. Sketsa sendiri bisa dianggap karya studi (untuk kemudian dijadikan acuan karya sebenarnya) atau menjadi karya mandiri yang sejajar dengan karya lainnya.
Konsep sebagai landasan berkarya bisa juga berisi catatan berbagai hal yang akan dilakukan saat berkarya. Ada yang membuat deskripsi cukup panjang akan pokok masalah kekaryaannya (subject matter), tema, dan juga makna karyanya. Ada yang memasukan rencana memanfaatkan warna, bentuk,atau hal dan kemungkinan lain yang dianggap perlu. Initinya konsep berupa catatan dan studi gambar itulah yang menjadi pedoman dalam berkarya.
Comments
Post a Comment